Senin, 03 November 2008

SENIMAN ATAU PEKERJA SENI

Seniman adalah istilah subyektif yang merujuk kepada seseorang yang kreatif, atau inovatif, atau mahir dalam bidang seni. Penggunaan yang paling kerap adalah untuk menyebut orang-orang yang menciptakan karya seni, seperti lukisan, patung,seni peran, seni tari, sastra, film dan musik. Seniman menggunakan imajinasi dan bakatnya untuk menciptakan karya dengan nilai estetik. Ahli sejarah seni dan kritikus seni mendefinisikan seniman sebagai seseorang yang menghasilkan seni dalam batas-batas yang diakui.
segala sesuatu akan memiliki seni apabila bisa dinikmati oleh orang yang menghasilkan karya seni tersbut, tak perduli apakah oran lain akan menikmati atau terhibur dengan karya seni nya. yang paling utama adalah orang yang mengerjakannya harus bisa merasa nikmat, merasa puas, hasilnya dapat.
tetapi disaat ini banyak orang yang hanya menghasilkan sebuah karya seni, hanya untuk mencari ketenaran dan materi menjadi tujuan utama mereka, dan mereka menyebut diri mereka sebagai seorang seniman. kalau menurut saya mereka ini bukan seniman tetapi baru menjadi seorang pekerja seni. karena bagi saya seorang pekerja seni hanya mencari ketenaran dan mengejar materi yang sangat menjanjikan. yang mereka nikmati bukan hasil karya kerja mere. yang mereka nikmati justru hasilnya yaitu materi dan ketenaran.
bahkan banyak diantara pekerja seni yang mengaku seniman, sering bersikap eksentrik. seniman kebanyakan memang eksentrik karena memang itu yang mereka nikmati, mereka menikmati diri sendiri. sehingga kalau ingin tahu mana yang dikatakan seni, mereka itulah seni. seniman memang banyak yang eksentrik, tetapi yang eksentrik belum tentu seniman.
bukan karena bersikap eksentrik datang kesebuah kawasan pelacuran sehingga disebut presiden pelacur, maka dia bisa disebut seniman. seniman eksentrik bukan untuk mencari ketenaran dan dipublikasikan kepada khalayak ramai, kalaupun terpublikasikan itu bukan kehendak mereka. tetapi eksentrik itu hasil dari bagaimana mereka menikmati hidup mereka. oleh karen itu seni itu bisa dikatakan diri mereka sendiri.

Agus Harus Kerja Bang !!


suatu ketika saya berjumpa dan ngumpul-ngumpul bareng teman-teman anak jalanan disebuah emperan parkir sebuah toko di kawasan pasar wisata kota Pekanbaru. sudah lama kami memang tak jumpa dan bersenda gurau bersama, maklum dulu saya dan teman-teman cukup dekat, dulu saya pernah berenacana ingin menyediakan fasilitas pendidikan bagi anak-anak jalanan dikota Pekanbaru, namun karena banyak mengalami kesulitan akhirnya rencana ini batal.
saya berbicara dengan salah satu anak, sebut saja namanya Agus. diantara teman-teman yang lain agus cukup pintar dan dia memang punya minat untuk sekolah yang cukup besar. umurnya baru 14 tahun, hidup dari keluarga yang kurang mampu, karena saya sendiri sudah sampai kerumahnya. apa kegiatan sekarang gus? tanya saya kepada agus. sekarang agus kerja bang(jawab agus dengan raut wajah yang tak jelas). ada raut wajah senang karena bisa membantu ekonomi keluarga, dan ada raut wajah sedih karena tak bisa melanjutkan sekolah lagi. di umur nya yang dikatakan masih tergolong anak-anak yang masih ingin menikmati masa indah kecilnya bermain bersama teman-teman, agus kini harus bekerja.

lalu darinya saya dengarkan curahan hatinya. ia bekerja dengan seorang toke dealer motor sebagai mekanik dengan gaji Rp.500.000 (dibawah UMR Kota Pekanbaru) dan bekerja dari pukul 08.00WIB sampai dengan pukul 17.00WIB. sebenarnya saya sendiri tak sanggup menceritakan keadaan ini. karena saya sendiri malu karena tak bisa berbuat banyak untuk meraka. tapi alangkah kasihan nya, anak dibawah umur dipekerjakan dengan gaji dibawah UMR. saya merasa hidup di zaman penjajahan, saya merasa merasa warga bangsa ini kini telah dijajah oleh kaum-kaum kapitalis modern dari kalangan bangsa sendiri.
siapakah yang harus saya persalahkan. dalam hati saya menjawab tak ada yang bisa kita persalahkan, bagaimana saya bisa menyalahkan sang toke, kalau si anak ternyata merasa terbantu dengan diberikan pekerjaan. dan pemerintah kita tak bisa menjamin apakah setiap warga negaranya bisa mendapatkan pendidikan murah dan layak. dan sebagai warga negara, sebagai manusia dan makhluk sosial, pernahkah kita perduli dengan pendidikan anak-anak jalanan disekitar kita. kita belum berbuat apa-apa untuk bangsa ini, lalu pantaskah kita meminta kehidupan yang layak kepada negara ini. memang sudah saatnya kita malu kepada bangsa megeri ini, malu kepada diri sendiri. bagaimana kita bisa menyalahkan rezim Soeharto, kalau ternyata pada masa rezim Soeharto ada program yang namanya GN-OTA.
Gus, bangsa ini sedang gelap gulita, bukan karena listrik hidup mati, tapi karena banyak warga bangsa ini telah merdeka, merdeka dari memikirkan nasib orang lain.